Motif
dari akulturasi budaya. Batik khas Pekalongan yang diadaptasi dari motif kain
tenun berganda / patola ( Gujarat ). Di daerah pedalaman ( Yogya/ solo )
dikenal dengan kain nitik ( memberi titik ). Di Bali disebut kain tenun
berganda Gringsing. Di Sumatera disebut cinde / Sinde / Side. Pada umumnya
terdiri dari pola geometris, ceplokan dalam bentuk lunglungan, anak panah, dan
bunga padma(teratai).
Nama
jlamprang itu sendiri mempunyai nilai sejarah dalam berbagai versi. Salah
satunya sebutan bagi Punta Dewa tokoh Pandawa Lima dalam Dunia Pewayangan.
Mewakili tokoh yang jujur / tegas/ gagah. Dan jlamprang tidak lain merupakan
sinonim daripada arah angin dan petunjuk arah, karena itu Pekalongan pun
dijuluki “poros tengah” pulau Jawa bahkan juga disebut sebagai poros tengah
Indonesia.
Batik
ini termasuk dalam batik sakral, merupakan warisan budaya kosmologis.
Ragam
hias utama banji / suastika, mender, lambing perputaran matahari, sumber
kekuatan dan kesuburan serta pembawa petuah.
Lingkaran
: lambing permulaan semua ciptaan / keagungan / kekuasaan.
Cakra
: roda symbol kuno matahari senjata pemungkas melambangkan kesucian, kebersihan
untuk mendekatkan diri pada tuhan.lambang meditasi Dewa Syiwa
Kala
cakra : merupakan lambing Hindu Budha pda masa pra Islam
Tumpal
: Merupakan ragam hias segitiga sama kaki.di India merupakan lambing refleksi
kekuatan dan bentuk stirilisasi gigi buaya sebagai penolak bala.
Tumpal
: kehidupan keagungan menyerupai bentuk pohon umumnya pohon hayat.
Garis-garis
: keteraturan dan keharmonisan.
0 komentar:
Posting Komentar